BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Salah satu faktor yang
sangat strategis dan substansial dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) suatu bangsa adalah pendidikan. Pada saat ini pendidikan menjadi
fenomena permasalahan yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dilihat dari
keadaan SDM di bangsa Indonesia yang kurang siap menghadapi millennium goals,
era globalisasi, dan era informasi, menurut Pikiran Rakyat tahun 2006
menyatakan bahwa di tingkat dunia Indonesia termasuk Negara penghutang
(debitor) nomor 6, Negara terkorup nomor 3, peringkat SDM ke 112 dari 127
negara, dengan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 30% dan
pengangguran terbuka mencapai 12 juta (Mulyasa, 2007:3). Sehingga berbagai
upaya perbaikan ditempuh sebagai harapan bagi pembaruan paradigma pendidikan Indonesia yang
lebih bermutu dan kompetitif sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi.( Hidayati, 2009)
Peningkatan kualitas
pendidikan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan pada berbagai
komponen pendidikan antara lain adalah menyempurnakan kurikulum, dan
menggunakan model pembelajaran, serta bahan ajar yang tepat. Pembaruan dalam
bidang kurikulum yang telah dilakukan pemerintah adalah penyempurnaan kurikulum
1994 yang cenderung berpusat pada siswa menjadi konsep Kurikulum Berbasis
Kompetensi, kemudian dilakukan perbaikan lagi terhadap KBK menjadi kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah
“kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan” (BSNP, 2006:5).
Belajar mengajar adalah
suatu kegiatan yang bernilai edukaif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang
terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif
dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu yang tela dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan
sadar merencanakan kegiatan pengajarannyan secara sistematis dengan
memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pengajaran (Djamarah, 2002). Untuk
itulah maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bahan ajar yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hasil perencanaan seorang guru
sebelum mengajar di kelas.
Metode belajar diskusi adalah
cara memecahkan masalah yang dipelajari melalui urun pendapat dalam diskusi
kelompok. Dalam pembelajaran dengan metode diskusi ini makin lebih memberi
peluang pada siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran walaupun guru
masih menjadi kendali utama.
B.
PERMASALAHAN
Dari latar belakang
diatas maka dapat disimpulkan beberapa pokok permasalahan dalam makalah ini
yaitu :
1. Apakah pengertian strategi pembelajaran ?
2. Apa pengertian Bahan Ajar ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar ?
2. Apa pengertian Bahan Ajar ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar ?
4. Bagaimana menentukan langkah-langkah
pembuatan bahan ajar ?
5. Bagaimana menentukan cakupan urutan bahan ajar ?
5. Bagaimana menentukan cakupan urutan bahan ajar ?
6. Bagaimana penerapan Strategi metode diskusi
belajar dalam penyampaian bahan ajar?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu untuk mengkaji lebih dalam mengenai bahan ajar. Dengan kajian ini
diharapkan mahasiswa sebagai calon pendidik mampu melakukan pengembangan bahan
ajar sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran yang diasuhnya.
D.
MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru sebagai sumber informasi tentang
efektivitas penggunaan strategi penyampaian bahan ajar.
2. Bagi
sekolah sebagai bahan
masukan dalam upaya
untuk meningkatkan kualitas hasil
belajar peserta didiknya.
3. bagi siswa sebagai
langkah awal dalam memotivasi diri dalam belajar dengan penggunaan metode
diskusi yang komplektivitasnya menjadi implementasi pridari diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
METODE DISKUSI
Diskusi sebagai metode pembelajaran adalah proses pelibatan dua
orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau
saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga
didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode
diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs.
1979: 251).
Manakala salah satu diantara siswa berbicara, maka siswa-siswa
lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang
berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur
terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban
temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain.
Demikian pula mereka kadang-kadang mengundang anggota kelompok
lain untuk bicara, sebagai nara sumber.
Dalam penentuan pimpinan diskusi, anggota kelompok dapat menetapkan pemimpin
diskusi mereka sendiri. Sehingga melalui metode diskusi, keaktifan siswa sangat
tinggi.
Mc.Keachie dan Kulik
(Gage dan Berliner, 1984: 487), menyebutkan bahwa dibanding dengan metode
ceramah, dalam hal retensi, proses berfikir tingkat tinggi, pengembangan sikap
dan pemertahanan motivasi, lebih baik dengan metode diskusi. Hal ini disebabkan
metode diskusi memberikan
kesempatan anak untuk lebih aktif dan memungkinkan adanya umpan balik yang
bersifat langsung.
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding
metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep
dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan,
penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah.
Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan
anak dari pada metode diskusi.
Hasil-hasil penelitian tentang penggunaan metode diskusi
kelompok oleh Lorge, Fox, Davitz, dan Brenner (Davies, 1984:237--239) dapat
disimpulkan dalam rangkuman berikut.
a. Mengenai soal-soal yang berisiko, keputusan kelompok
lebih radikal
dari pada keputusan perorangan.
b. Kalau ada pelbagi pendapat tentang sebuah soal yang
masih baru, maka
pemecahan kelompok lebih tepat daripada pemecahan
perorangan;
tetapi tidak selalu demikian kalau soalnya biasa-biasa
saja.
c. Kalau bahan persoalan bukan materi baru, dan
anggota-anggota
kelompok mempunyai keterampilan dalam memecahkan soal-soal
sejenis, pemecahan
kelompok lebih baik dari pemecahan oleh anggota masing-masing, tetapi
kadang-kadang pemcahan anggota yang paling cerdas lebih baik lagi.
d. Kebaikan
utama diskusi kelompok bukanlah pengajuan banyak pendekatan, melainkan
penolakan terhadap pendekatan yang tidak masuk akal.
(Konklusi ini tidak berlaku untuk "brain
storming").
e. Yang
memperoleh keuntungan dari diskusi kelompok, ialah siswa-siswa
yang
lemah dalam pemecahan soal.
f.
Superioritas kelompok merupakan fungsi dari kualitas tiap anggota
kelompok.
Sebuah kelompok dapat diharapkan memecahkan sebuah soal,
kalau
sekurang-kurangnya satu anggota dapat memecahkan soal itu secara
individual,
sekalipun ia memerlukan lebih banyak waktu.
g. Dalam
hal waktu, metode kelompok biasanya kurang efisien. Kalau
anggota-anggota
saling percaya dan bekerjasama dengan baik, maka
kelompok
dapat bekerja lebih cepat daripada kerja perorangan.
h.
Kehadiran orang luar mempengaruhi prestasi anggota-anggota
kelompok.
Kalau kelompok itu bekerjasama secara harmonis, dan orang
luar
bergabung dengan kelompok, hal itu mempunyai pengaruh positif;
kalau
kerja sama itu tidak harmonis, maka kehadiran itu merusak,
jika dia
hanya bertindak sebagai pendengar saja.
i.
Dengan metode diskusi perubahan sikap dapat dicapai dengan lebih
baik
daripada kritik langsung untuk mengubah sikap yang diharapkan.
Metode
diskusi juga paling baik untuk memperkenalkan inovasi-inovasi
atau
perubahan.
j. Kalau
dipakai struktur pembahasan yang cocok dengan tugas, dan
cukup
waktu untuk meninjau persoalan dari segala segi, serta jika
anggota-anggota
tidak saling mengevaluasi, maka diskusi kelompok
terbukti lebih
kreatif daripada belajar perorangan. (Kondisi-kondisi ini terdapat pada
"brain storming").
Bertolak dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas menyokong
asumsi bahwa keunggulan metode diskusi terletak pada efektivitasnya untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran tingkat tinggi dan tujuan pembelajaran ranah afektif
(Davies, 1984: 239). Karena itu, ada tiga macam
tujuan pembelajaran yang cocok melalui penggunaan metode diskusi:(1) penguasaan
bahan pelajaran, (2) pembentukkan dan modifikasi
sikap, serta (3) pemecahan masalah (Gall dan Gall, dalam Depdikbud, 1983:28).
Pembentukkan dan modifikasi sikap merupakan tujuan diskusi
yang berorientasi pada isu yang sedang berkembang.
Diskusi yang bertujuan membentuk atau memodifikasi sikap ini, dimulai dengan
guru mengajukan permasalahan atau sejumlah peristiwa yang menggambarkan isu
yang ada dalam masyarakat (seperti: kolusi dalam suatu lembaga, pelecehan
seksual, gerakan disiplin nasional, penggusuran, dan lain sebagainya). Guru
atau pimpinan kelompok selanjutnya meminta pandangan dari anggota kelompok untuk menemukan alternatif-alternatif pemecahan
masalah isu tersebut. Komentar- komentar terhadap masalah atau jawaban masalah dapat
diberikan anggota kelompok maupun pimpinan kelompok.
Selama diskusi berlangsung, pemimpin diskusi mencoba memperoleh penajaman
dan klarifikasi yang lebih baik tentang isu tersebut dengan memperkenalkan contoh-contoh
yang berbeda, dan menggerakkan para anggota diskusi mengajukan
pernyataan-pernyataannya.
B. PEMECAHAN
MASALAH SEBAGAI TUJUAN DISKUSI
Pemecahan masalah merupakan tujuan utama dari diskusi
(Maier,dalam Depdikbud, 1983:29).
Masalah-masalah yang tepat untuk pembelajaran dengan metode
diskusi adalah masalah yang menghasilkan banyak alternatif pemecahan. Dan juga
masalah yang mengandung banyak variabel.
Banyaknya
alternatif dan atau variabel tersebut dapat memancing anak untuk berfikir. Oleh
karena itu, masalah untuk diskusi yang pemecahannya tidak menuntut anak untuk
berfikir, misalnya hanya menuntut anak untuk menghafal, maka masalah tersebut
tidak cocok untuk didiskusikan. Menurut Maiyer (Depdikbud,1983:29) dalam
diskusi kelompok 127 kecil, dapat meningkatkan siswa untuk berpartisipasi dalam
memecahkan masalah. Untuk itu, bilamana guru menginginkan keterlibatan anak
secara maksimal dalam diskusi, maka jumlah anggota kelompok diskusi perlu
diperhatikan guru. Jumlah anggota kelompok diskusi yang mampu memaksimalkan
partisipasi anggota adalah antara 3 - 7 anggota. Dari hasil pengamatan,
kelompok diskusi yang jumlah anggotanya antara 3 - 7 itu saja,
anggota yang diduga kurang berpartisipasi penuh berkisar 1--2 orang.
Dalam diskusi
dengan jumlah anggota yang relatif kecil memungkinkan setiap anak memperoleh kesempatan
untuk berpartisipasi. Masalah atau isu yang dijadikan topik diskusi hendaknya
yang relevan dengan minat anak. Masalah diskusi yang cocok dengan minat anak
dapat mendorong keterlibatan mental dan keterlibatan emosional siswa secara
optimal. Melalui penggunaan metode diskusi, siswa juga mendapat kesempatan
untuk latihan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan untuk mengembangkan
strategi berfikir dalam memecahkan masalah.
Namun demikian pembelajaran dengan metode diskusi semacam ini
keberhasilannya sangat bergantung pada anggota kelompok itu sendiri dalam
memanfaatkan kesempatan untuk berpatisipasi dalam pembelajaran. Untuk
meningkatkan proses diskusi, peranan pemimpin diskusi sangat menentukan.
Pemimpin diskusi bertugas untuk mengklarifikasi topik yang tidak jelas. Jika
diskusi tidak berjalan, pemimpin diskusi berkewajiban mengambil inisiatif
dengan melontarkan ide-ide yang dapat memancing pendapat peserta diskusi.
Demikian pula bila terjadi ketegangan dalam proses diskusi, tugas pemimpin
diskusi adalah meredakan ketegangan. Tidak jarang pendapat-pendapat dalam
diskusi menyimpang dari topik utama, karena itu pemimpin diskusi bertugas untuk
mengembalikan pembicaraan kepada topik utama diskusi. Pemilikan pengetahuan
secara umum tentang masalah yang didiskusikan adalah prasyarat agar setiap
peserta mampu mengemukakan pendapat. Diskusi tidak akan berhasil manakala
peserta diskusi belum memiliki pengetahuan yang menjadi masalah yang
didiskusikan. Dalam diskusi formal, untuk membekali pengetahuan peserta,
disajikan terlebih dahulu makalah yang disusun oleh salah satu peserta
diskusi.
Tujuan
penyajian makalah adalah untuk membuka wawasan dan pikiran peserta agar mampu memberikan
pendapatnya.
C. BEBERAPA
JENIS DISKUSI
a. Diskusi Kelompok Besar (Whole Group Discussion). Jenis
diskusi kelompok besar dilakukan dengan memandang kelas sebagai satu kelompok.
Dalam diskusi ini, guru sekaligus sebagai pemimpin diskusi. Namun begitu, siswa
yang dipandang cakap, dapat saja ditugasi guru sebagai pemimpin diskusi. Dalam
diskusi kelompok besar, sebagai pemimpin diskusi, guru berperan dalam memprakarsai terjadinya
diskusi. Untuk itu, guru dapat mengajukan permasalahan-permasalahan serta
mengklarifikasinya kelompok besar, tidak semua siswa menaruh perhatian yang
sama, karena itu tugas guru sebagai pemimpin diskusi untuk membangkitkan perhatian
anak terhadap masalah yang sedang didiskusikan. Di samping itu, distribusi
siswa yang ingin berpendapat perlu diperhatikan. Dalam diskusi kelompok besar,
pembicaraan sering didominasi oleh anak-anak tertentu. Akibatnya tidak semua
anak berkesempatan untuk berpendapat. Untuk menghindari keadaan itu, pemimpin
diskusi perlu mengatur distribusi pembicaraan. Tugas terberat bagi pemimpin
diskusi adalah menumbuhkan keberanian peserta untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam praktek, tidak sedikit anak-anak yang
kurang berani berpendapat dalam berdiskusi. Terlebih bagi anak yang kurang menguasai
permasalahan yang menjadi bahan diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group Discussion) Kelas dibagi
menjadi beberapa
kelompok kecil terdiri atas 4--5 orang. Tempat berdiskusi diatur agar siswa
dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan
dipertengahan pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud menajamkan
pemahaman kerangka pelajaran, memperjelas penguasaan bahan pelajaran atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar
segenap individu membandingkan persepsinya yang mungkin berbeda-beda tentang
bahan pelajaran, membandingkan interpretasi dan informasi yang diperoleh
masing-masing individu yang dapat saling memperbaiki pengertian, persepsi,
informasi, interpretasi, sehingga dapat dihindarkan kekeliruan-kekeliruan.
c. Diskusi Panel, Fungsi utama diskusi panel adalah untuk
mempertahankan keuntungan diskusi kelompok dengan situasi peserta besar, dimana
ukuran kelompok tidak memungkinkan partisipasi
kelompok secara mutlak. Dalam artian panel memberikan pada kelompok besar
keuntungan partisipasi yang dilakukan orang
lain dalam situasi diskusi yang dibawakan oleh beberapa peserta yang terplih.
Peserta yang terpilih yang melaksanakan panel mewakili beberapa sudut pandangan
yang dipertimbangkan dalam memecahkan masalah. Mereka memiliki
latar belakang pengetahuan yang memenuhi syarat untuk berperan dalam diskusi
tersebut. Forum panel secara fisik dapat dihadiri audience secara lansung atau
tidak langsung (melalui TV, radio, dan sebagainya).
d. Diskusi Kelompok. Suatu kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok kecil terdiri atas 3--6 orang. Masing-masing kelompok
kecil melaksanakan diskusi dengan masalah tertentu. Guru menjelaskan garis
besar problem kepada kelas, ia menggambarkan aspek- aspek masalah kemudian
tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi topik masalah yang sama atau berbeda-beda
selanjutnya masing-masing kelompok bertugas untuk menemukan kesepakatan jawaban
penyelesaiannya. Untuk memudahkan diskusi anak, guru dapat menyediakan
reference atau sumber-sumber informasi yang relevan. Setiap sindikat bersidang
sendiri-sendiri atau membaca bahan, berdiskusi dan menysusun kesimpulan sindikat.
Tiap-tiap kelompok mempresentasikan
kesimpulan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk didiskusikan secara
klasikal.
e. Brain Storming Group. Kelompok menyumbangkan ide-ide baru
tanpa dinilai segera. Setiap
anggota kelompok mengeluarkan pendapatnya. Hasil belajar yang diharapkan ialah
agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan ide-ide yang
yang ditemukannya dianggap benar.
f. Symposium. Beberapa orang membahas tentang aspek dari suatu
subjek tertentu dan membacakan
di muka peserta simposium secara singkat (5--20 menit). Kemudian dikuti dengan
sanggahan dan pertanyaan dari para penyanggah dan juga dari pendengar. Bahasan
dan sanggahan ituselanjutnya dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil
simposium.
g. Informal Debate. Kelas dibagi menjadi dua tim yang agak sama
besarnya dan
mendiskusikan subjek yang cocok untuk diperdebatkan tanpa memperdebatkan
peraturan perdebatan. Bahan yang cocok untuk diperdebatkan ialah yang bersifat
problematis, bukan yang bersifat faktual.
h. Colloqium. Seseorang atau beberapa orang manusia sumber
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari audiensi. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa/mahasiswa
menginterview manusia sumber, selanjutnya mengundang pertanyaan lain/tambahan
dari siswa mahasiswa lain.
i. Fish Bowl. Beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua
mengadakan suatu diskusi untuk mengambil suatu
keputusan. Tempat duduk diatur merupakan setengah lingkaran dengan dua atau
tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi, kelompok pendengar duduk mengelilingi
kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada dalam mangkuk (fish
bowl). Selama kelompok diskusi berdiskusi, kelompok pendengar yang ingin
menyumbang pikiran dapat masuk duduk di kursi kosong. Apabila ketua diskusi mempersilahkan
berbicara ia dapat langsung berbicara, dan
meninggalkan kursi setelah berbicara.
D. KEGUNAAN
METODE DISKUSI
Diskusi sebagai metode mengajar lebih cocok dan diperlukan
apabila kita (guru) hendak memberi kesempatan kepada siswa: untuk
mengekspresikan kemampuannya, berpikir kritis, menilai perannya dalam diskusi,
memandang masalah dari pengalaman sendiri dan pelajaran yang diperoleh di
sekolah, memotivasi, dan mengkaji lebih lanjut. Melalui diskusi dapat
dikembangkan keterampilan mengklarifikasi, mengklasifikasi, menyusun hipotesis,
menginterpretasi, menarik kesimpulan, mengaplikasikan teori, dan
mengkomunikasikan pendapat.
Disamping itu, metode diskusi dapat melatih sikap anak
menghargai pendapat orang lain, melatih keberanian untuk mengutarakan pendapat,
mempertahankan pendapat, dan memberi rasional sehubungan dengan pendapat
yang dikemukakannya.
Prinsip Umum Penggunaan Metode Diskusi Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan metode
diskusi, antara lain sebagai berikut:
a. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang didiskusikan agar
dilakukan bersama-sama dengan siswa.
b. Menjelaskan hakikat masalah itu disertai tujuan mengapa
masalah tersebut
dipilih untuk didiskusikan.
c. Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan,
saran, pendapat, pertanyaan,
dan jawaban yang timbul untuk memecahkan masalah.
d. Memberitahukan tata tertib diskusi.
e. Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan.
f. Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.
E. LANGKAH-LANGKAH
PELAKSANAAN DISKUSI KELOMPOK
Langkah-langkah diskusi sangat bergantung pada jenis diskusi
yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap jenis memiliki karakteristik
masing-masing.
Seminar memiliki karakteristik yang berbeda dengan simposium,
brain storming, debat, panel, sindikat group dan lain-lain. Demikian pula
siposium dan yang lain-lain tersebut juga memiliki karakteristik yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Akibat perbedaan karakteristik tersebut, maka langkah
dan atau prosedur pelaksanaannya berbeda satu dengan
yang lain. Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran
di kelas, langkah-langkah diskusi kelas dapat dilaksanakan dengan prosedur yang
lebih sederhana.
Moedjiono, dkk (1996) menyebutkan langkah-langkah
umum pelaksanaan diskusi sebagai berikut ini:
a.
Merumuskan masalah secara jelas
b. Dengan pimpinan guru para siswa membentuk kelompok-kelompok
diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua,
sekretaris, pelapor), mengatur tempat duduk,
ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur
dan mengarahkan diskusi, (2) mengatur "lalu lintas" pembicaraan.
c. Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu
persis apa yang akan
didiskusikan dan bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa
mereka mempunyai hak bicara yang sama.
d. Melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi
oleh semua siswa, terutama
dari kelompok lain. Guru memberi alasan atau penjelasan
terhadap laporan tersebut.
e. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan
laporan hasil
diskusi dari tiap kelompok.
Budiardjo, dkk, 1994:20--23 membuat langkah penggunaan metode
diskusi melalui tahap-tahap berikut ini:
1.
Tahap Persiapan
a.
Merumuskan tujuan pembelajaran
b. Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas.
c.
Mempertimbangkan karakteristik anak dengan benar.
d. Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi:
(1) menentukan dan merumuskan aspek-aspek masalah,
(2) menentukan alokasi waktu,
(3) menuliskan garis besar bahan diskusi,
(4) menentukan format susunan
tempat,
(4) menetukan aturan main jalannya diskusi.
e. Menyiapkan fasilitas diskusi, meliputi:
(1) menggandakan bahan diskusi,
(2) menentukan dan mendisain tempat,
(3) mempersiapkan alat-alat yang
dibutuhkan.
2. Tahap pelaksanaan
a.
Menyampaikan tujuan pembelajaran.
b.
Menyampaikan pokok-pokok yang akan didiskusikan.
c.
Menjelaskan prosedur diskusi.
d.
Mengatur kelompok-kelompok diskusi
e.
Melaksanakan diskusi.
3. Tahap penutup
a.
Memberi kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil.
b.
Memberi kesempatan kelompok untuk menanggapi.
c.
Memberikan umpan balik.
d.
Menyimpulkan hasil diskusi.
F. PERANAN
GURU SEBAGAI PEMIMPIN DISKUSI
Untuk mempertahankan kelangsungan, kelancaran dan efektivitas
diskusi, guru sebagai pemimpin diskusi memegang peranan menentukan.
Mainuddin, Hadisusanto dan Moedjiono, 1980:8--9, menyebutkan
sejumlah peranan yang harus dimainkan guru sebagai pemimpin diskusi, adalah
berikut ini:
a. Initiating, yakni
menyarankan gagasan baru, atau cara baru dalam
melihat masalah yang sedang didiskusikan.
b.
Seeking information, yakni meminta fakta yang relavan atau informasi
yang
otoritarif tentang topik diskusi.
c.
Giving information, yakni fakta yang relavan atau menghubungkan
pokok
diskusi dengan pengalaman pribadi peserta.
d.
Giving opinion, yakni memberi pendapat tentang pokok yang sedang
dipertimbangkan
kelompok, bisa dalam bentuk menantang konsesus atau
sikap
"nrimo" kelompok.
e.
Clarifying, yakni merumuskan kembali pernyataan sesorang;
memperjelas
pernyataan sesorang anggota.
f.
Elaborating, yakni mengembangkan pernyataan seseorang atau memberi
contoh
atau penerapan.
g.
Controlling, yakni menyakinkan bahwa giliran bicara merata;
menyakinkan
bahwa anggota yang perlu bicara, memperoleh giliran
bicara.
h.
Encouraging, yakni bersikap resetif dan responsitif terhadap
pernyataan serta buah pikiran anggota.
i. Setting Standards, yakni memberi atau meminta kelompok
menetapkan,
kriteria untuk menilai urunan anggota.
j. Harmonizing, yakni menurunkan kadar ketegangan yang
terjadi dalam
diskusi.
k. Relieving tension, yakni melakukan penyembuhan setelah
terjadinya
tegangan.
l. Coordinating, yakni menyimpulkan gagasan pokok yang
timbul dalam
diskusi, membantu kelompok mengembangkan gagasan.
m. Orientating, yakni menyampaikan posisi yang telah
dicapai kelompok
dalam diskusi dan mengarahkan perjalanan diskusi
selanjutnya.
n. Testing, yakni menilai pendapat dan meluruskan
pendapat kearah yang
seharusnya dicapai.
o. Consensus Testing, menialai tingkat kesepakatan yang
telah dicapai
dan menghindarkan perbedaan pandangan.
p. Summarizing, yakni merangkum kesepakatan yang telah
dicapai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Diskusi sebagai metode pembelajaran adalah proses pelibatan dua
orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau
saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan
diantara mereka.
2. Jenis-jenis Diskusi
·
Diskusi
Kelompok Besar (Whole Group Discussion)
·
Diskusi
Kelompok Kecil (Buzz Group Discussion)
·
Diskusi
Panel
·
Diskusi
Kelompok.
·
Brain
Storming Group
·
Symposium
·
Informal
Debate
·
Colloqium
·
Fish Bowl
3. Langkah-langkah diskusi
·
Tahap
Persiapan
·
Tahap
Pelaksanaan
·
Tahap
Penutup
B. Saran
Semoga dengan tercapainya penyelesaian
dari makalah ini akan menjadi bacaan dan salah sumber belajar tentang
kontroveksi diri terhadap memperbaiki kualitas mengajar sebagai seorang guru
nantinya, baik itu dalam pengembangan secara otodidak maupun setelah
mendapatkan beberapa pengalaman dilapangan.
Sebagai penulis kami hanya memberikan
sedikit informasi guna kemajuan terhadap SDM bangsa ini, teruslah membaca
karena membaca adalah salah satu sumber pengetahuan dan amalkanlah ilmu yang
telah kau dapat.
DAFTAR PUSTAKA
•
Depdiknas. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
•
Ismail. (2003). Media Pembelajaran
(Model-model Pembelajaran), Modul Diklat Terintegrasi Berbasis Kompetensi
Guru Mata Pelajaran Matematika. Jakarta:
Direktorat PLP.
•
Rahmadi Widdiharto. (2006). Model-model
Pembelajaran Matematika. Makalah diklat guru pengembang matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.
•
Slavin (1994). Cooperative
Learning, Theory, Research, and Practice (Second Edition).
0 komentar:
Posting Komentar